Perdida (2023)

Pasir gurun Riyadh yang panas membakar telapak kaki Sarah, gadis Saudi yang nekat kabur dari rumah untuk kencan rahasia. Alih-alih bermesraan di bawah sinar bulan, kini ia tersesat di antara bukit pasir yang tak kenal ampun, dihantui penyesalan dan kemarahan seekor unta yang garang.

Cinta yang ia kira akan mekar bagai bunga padang pasir ternyata menusuk hatinya seperti duri kaktus. Kekasihnya, pemuda yang berjanji membawa Sarah ke dunia lain, menghilang bak fatamorgana, meninggalkan gadis itu sendirian dengan debar jantung dan rasa bodoh yang menggerogoti.

Di atas gundukan pasir yang tinggi, Sarah menatap matahari terbenam, langit merah menyala bagai api kemarahan. Jeritan unta yang kesal terdengar nyaring, bergema di antara sunyi pasir. Hewan itu, tersinggung oleh gerakan Sarah yang panik, menjadi ancaman baru di tengah kegelapan yang mulai merayap.

Malam yang dingin menyelimuti gurun, bintang-bintang bagai mata yang menertawakan kebodohan Sarah. Dia ingat nasihat neneknya, tentang gurun yang menyimpan misteri dan bahaya bagi mereka yang tak menghormati kekuatannya. Dingin menusuk tulang, dan Sarah meringkuk ketakutan, memeluk lututnya sendiri.

Tapi Sarah bukan gadis yang mudah menyerah. Jiwa pemberontaknya yang membawanya ke gurun ini juga yang akan menyelamatkannya. Dia mengingat cerita kakeknya tentang bintang-bintang dan arah mata angin. Dengan tekad yang mengeras, Sarah mulai berjalan, kaki terluka oleh pasir dan hati terluka oleh pengkhianatan.

Perjalanan malam Sarah penuh tantangan. Dia menghindari jurang pasir, menepis kejaran unta yang marah, dan bertahan melawan dingin yang menusuk tulang. Namun, perlahan, bintang-bintang menjadi panduannya, dan tekad menjadi bahan bakarnya.

Saat fajar menyingsing, Sarah melihat bayangan hijau di kejauhan. Pohon palem yang tumbuh kokoh di tengah pasir, bagai oase harapan. Dengan napas tersengal dan kaki gemetar, Sarah mencapai pohon itu, jatuh tertunduk, air mata bercampur dengan keringat.

Ternyata, pohon palem itu menandai sebuah desa kecil. Penduduk desa yang ramah menyambut Sarah dengan teh hangat dan roti gandum. Dalam keramahan mereka, Sarah menemukan penghiburan dan pelajaran. Ia belajar bahwa petualangan tak selalu berujung manis, bahwa cinta bisa menipu, dan bahwa gurun, meski kejam, juga bisa menjadi guru yang bijaksana.